SUARA BANDUNG BARAT - Kembali viral di media sosial Twitter cuitan dari seorang akun yang mengaku adiknya menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.
Dalam kasus tersebut diungkapkan bahwa sang kakak menjadi korban KDRT tetapi malah ditahan oleh pihak kepolisian.
Berita tersebut semakin memperbanyak kasus KDRT yang terjadi di tanah air. Sebelumnya beberapa waktu lalu viral Lesti Kejora yang diduga menjadi korban KDRT. Meskipun laporannya telah dicabut kembali.
Namun sebenarnya apa hukuman yang akan diterima oleh seseorang yang telah melakukan kasus KDRT?.
Baca Juga:Arema FC Segera Amankan Pemain Anyar Asal Kamerun
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam pasal 1 disebutkan jika apa yang kemudian disebut sebagai KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan fisik, seksual, psikologis, hingga penelantaran.
Cakupan kesengsaraan yang dimaksud pula termasuk dalam perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam ruang lingkup rumah tangga.
Dalam pasal 44 ayat (1) ditegaskan pelaku KDRT akan dijerat dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda Rp15 juta.
Mengutip banyak sumber, Indonesia sendiri secara resmi memberlakukan ketentuan ini sejak tahun 2004 silam. Dengan suatu tujuan agar undang-undang tersebut mencegah terjadinya KDRT sekaligus menindak pelaku dan melindungi korban.
Selain kurungan penjara, pelaku KDRT pula dapat dijerat hukuman tambahan oleh hakim di samping terdapat pula perlindungan sementara yang ditetapkan Pengadilan sebelum persidangan mulai.
Hal ini sebagaimana pula diatur dalam pasal 28 hingga 38 UU nomor 23 tahun 2004 tersebut seperti bentuk perlindungan khusus guna merespons kebutuhan korban kejahatan KDRT dan anggota keluarganya.
Substansinya, Ketua Pengadilan diwajibkan mengeluarkan surat perintah perlindungan dalam tenggang waktu tujuh hari sejak diterimanya surat permohonan yang disampaikan dalam bentuk tulisan atau pun lisan.
Dalam ketentuannya di dalam pasal 29 dijelaskan jika permohonan untuk memperoleh surat perintah perlindungan dapat diajukan oleh korban atau keluarga korban, teman korban, polisi, relawan pendamping hingga pembimbing rohani. (*)