SUARA BANDUNG BARAT - Indonesia direncanakan siap menyambut konser Coldplay pada November 2023 mendatang di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta. Banyak pihak menyambut antusias kedatangan Coldplay, meskipun tak sedikit pula yang menolak.
Sebagian kelompok yang menolak konser Coldplay dihelat di Indonesia beranggapan bahwa group band asal Inggris itu dianggap mendukung kaum lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT).
Di tengah dinamika tersebut, seorang peserta kajian dalam pengajian yang diisi langsung oleh Buya Yahya menanyakan hal tersebut, terutama terkait calo tiket konser yang menjual beberapa kali lipat di platform toko online.
Dalam pertanyaannya, ia menyoroti konser group musik dari luar negeri yang dikatakan mendukung LGBT. Pun beberapa calo tiket yang menjual tiket tersebut hingga mencapai 50 juta.
Baca Juga:4 Cara Cerdas Manfaatkan Waktu Libur Panjang agar Kembali Semangat Bekerja
"Bahkan yang miris demi mendapatkan tiket tersebut ada yang rela memakai uang tabungan adiknya yang padahal untuk berobat ayahnya. Bagaimana hukum membeli tiket tersebut dan bagaimana kita bersikap melihat fenomena ini?" ungkap si penanya.
Dalam tanggapannya, Buya Yahya menerangkan bahwa ia tidak menyoal kelompok yang menolak atau pun kelompok yang mendukung group musik asal Inggris tersebut karena LGBT. Menurutnya, ada sesuatu yang menurutnya kurang baik.
"Gaya hidup yang kurang baik, gaya hidup yang merusak, yaitu berbelanja sesuatu tidak pakai pertimbangan yang bisa jadi itu terpengaruh oleh lingkungan," tuturnya pimpinan pondok pesantren Al-Bahjah tersebut.
Menurut Buya Yahya, konser musik adalah salah satu contoh gaya hidup yang kurang baik. Dan hal ini bisa terjadi pada hal-hal lain seperti kejadiannya seorang ibu yang hendak menyekolahkan anaknya pada tempat mahal tanpa memikirkan pemasukan rumah tangganya.
"Setelah itu melihat ada yang jual laptop jor-joran akhirnya (beli) pada di rumahnya suaminya nyungsep. Bisa jadi menjadi sebuah cara hidup yang tidak benar anak SMK memaksakan atau nyuri duit bapaknya hanya gar bisa begini, 'aku sudah punya tiket lho, lu punya gak'?" lanjutnya.
Menurut Buya Yahya, perilaku gaya hidup seperti itulah yang perlu lebih dicermati. Adapun persoalan LGBT dalam anggapannya kelompok pelangi tersebut adalah hamba yang sakit secara mental. Karenanya perlu ditolong dengan mendoakannya bukan malah dicaci-maki.
"Kita tidak mencaci itu, tidak mendukung itu (LGBT), akan tetapi justru ingin menyelematkannya yang lainnya. Permasalahannya bukan pada permasalahan LGBT atau group musik itu, (melainkan) cara hidup yang ikut-ikutan, cara hidup kesombongan ingin dilihat wah," tegasnya. (*)