SuaraBandungBarat.id- Demonstrasi dan pembakran Al-Quran yang terjadi di Swedia Sabtu (21/1/2023) menjadi perhatian banyak kalangan muslim Dunia.
Dimana Seorang politisi anti-imigran bernama Rasmus Paludan membakar salinan Al-Quran di dekat Kedutaan Besar Turki di kota Stockholm.
Diketahui bahwa Paludan merupakan pemimpin partai Stram Kurs (Garis Keras) sayap kanan Denmark dan sayangnya, aksi pembakaran tersebut dianggap sebagai bentuk kebebasan berekspresi.
Paludan memiliki izin yang diperolehnya dari pihak kepolisian setempat untuk menjalankan aksi tersebut.
Baca Juga:Barcelona vs Real Sociedad, Xavi Hernandez: Kami Butuh Dukungan Fans
Protes yang dilakukan Paludan terhadap Islam adalah upaya untuk mengkritik NATO, Turki, dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan terkait mempengaruhi kebebasan berekspresi di Swedia.
Meski kali ini beraksi di Swedia, Rasmus Paludan merupakan politisi dari partai politik yang berbasis di Denmark, pada pemilihan parlementer 2019 partainya gagal tembus parlemen karena tidak mampu meraih 2 persen suara yang merupakan ambang batas parlemen.
Diduga kuat, aksinya kali ini sangat politis untuk meningkatkan popularitas partainya, aksi bakar Al-Quran ini pernah dilakukan juga oleh Paludan sebelumnya.
Tak lama setelah aksi ini, hal serupa dilakukan oleh politisi Belanda, Edwin Wagensveld, kepala kelompok anti-Islam Pegida, yang merobek dan menginjak-injak lembaran Al-Quran di depan gedung parlemen di kota Den Haag, Belanda pada hari Minggu (23/1/2023).
Wagensveld merupakan pimpinan kelompok anti Islam Jerman, Pegida cabang Belanda. Aksi ini juga menuai banyak kecaman dari banyak pihak karena merusak toleransi beragama yang selama ini sudah terbangun baik.
Baca Juga:HMNS Mengeluarkan Inovasi Berupa Parfum Unik Unrosed: Wangi Rose Tanpa Menggunakan Rose Itu Sendiri
Memperhatikan masih berkembangnya penistaan agama, politisasi agama, kebencian dan Islamopobia yang terjadi di dunia internasional, Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Islam Indonesia (PP GPII) kemudian menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Mengecam dan mengutuk keras tindakan nir adab (uncivilized) dari Rasmus Paludan dan Edwin Wagensvel yang telah menistakan Al-Quran dengan melakukan pembakaran, merobek dan menginjak-injak kitab suci umat Islam dengan dasar kebebasan berekspresi, hingga memancing kemarahan komunitas muslim dunia.
2. Mengajak umat Islam agar tidak terprovokasi dan menyikapi hal ini sesuai dengan hukum yang berlaku serta senantiasa menunjukkan akhlak Islam sebagai rahmatan li al-‘aalaamiin.
3. Mendukung sikap Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemenlu RI) yang turut mengecam tindakan pembakaran Al-Quran di Swedia dan akan memanggil Duta Besar Swedia untuk Indonesia, Marina Berg, untuk meminta penjelasan atas insiden yang terjadi.
4. Melalui Kemenlu RI mendesak pemerintah Swedia dan Belanda untuk bersikap tegas dan tidak membiarkan ekstremisme dan Islamofobia berkembang karena bertentangan dengan resolusi Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk melawan Islamopobia yang disepakati pada 15 Maret 2022 di markas besar PBB di New York, kemudian ditetapkan tanggal 15 Maret sebagai Hari Internasional Melawan Islamofobia.
5. Menolak segala bentuk politisasi agama, yang menjadikan agama sebagai komoditas politik, yang hanya akan merendahkan martabat agama dan berujung penistaan agama.
Pernyataan sikap dari PP GPII tersebut diharapkan menjadi perhatian bersama bagi masyarakat muslim seluruh Indonesia terkhusus kader GPII yang kini dipimpin oleh Masri Ikoni sebagai Ketua dan Irwan Sholeh Amir sebagai Sekretaris Jenderal.(*)