SuaraBandungBarat.id - Profil lengkap Sri Astari Rasjid mantan Dubes RI juga seorang seniman yang telah pada Minggu, 11 Desember 2022 kemarin di Singapura pada usia 69 Tahun.
Sri Astari Rasid merupakan seorang seniman seni rupa kontemporer Indonesia sekaligus seorang aktivis yang selalu memperjuangkan hak-hak perempuan. Ia resmi dilantik sebagai Duta Besar Indonesia untuk Bulgaria, Albania, juga Makedonia Utara oleh Presiden Joko Widodo sejak tahun 2016 samapai 2020. Sri Astari dilantik pada 13 Januari 2016 berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 7/P/Tahun 2016.
Profil Sri Astari Rasjid
Melansir dari berbagai sumber, Sri Astari Rasjid lahir di Jakarta, pada 26 Maret 1953. Semasa hidupnya, ia pernah menempuh pendidikan sastra Inggris di Universitas Indonesia (UI). Kemudian, Astari melanjutkan sekolah ke luar negeri untuk memperdalam ilmunya pada bidang kesenian.
Baca Juga:Tak Terima TPNPB-OPM Disebut Bunuh Tukang Ojek, Jubir: Masuk Akalkah Kalau Tukang Ojek Masuk Hutan?
Riwayat Pendidikan Sri Astari Rasjid
1. Sastra Inggris di Universitas Indonesia tahun 1973
2. Fashion design di Lucy Clayton School of Fashion di London, Inggris tahun 1975 hingga 1976
3. Seni lukis di University of Minnesota, Amerika tahun 1987
4. Seni lukis di Royal College of Art, London, Inggris tahun 1988
Karya Seni Rupa Kontemporer Sri Astari Rasjid
Salah satu ekshibisi Astari selama menjadi seniman dan aktivis yang paling terkenal yakni bertajuk "Yang Terhormat Ibu". Ekshibisi tersebut menyoal perihal isu-isu keperempuanan dan koneksinya terhadap masalah-masalah sosial. Ekshibisi ini digelar pada tahun 2016 di Universitas Gadjah Mada (UGM).
Karya seni Sri Astari Rasjid yang turut menarik perhatian adalah desain tas bertuliskan La Vie en Rose karya Astari. Tas itu bertuliskan La Vie en Rose (Kehidupan dalam Merah Muda) di satu sisi dan La Vie en Noire (Kehidupan dalam Hitam) di sisi lainnya.
Baca Juga:Duel Dua Pembalap Legenda F1, Ini 5 Fakta Film Rush yang Wajib Kamu Tonton
Selain karya-karya di atas, berikut ini beberapa judul karya seni rupa kontemporer karya Sri Astari Rasjid:
• Loyally holding merupakan karya lukis berupa seorang figur berbusana Jawa yang sedamg memegang sebuah dokumen.
• A New Task for Saraswati adalah karya seni rupa iconic Sri Astari yang terinspirasi dari mitologi seperti Saraswati.
• Eveready Secretary merupakan karya seni rupa seorang perempuan berbusana tradisional sarung dan kebaya yang sedang memegang senter berbaterai eveready. Karya kontemporer ini menandakan perempuan yang selalu siap melayani.
• Home merupakan instalasi berukuran raksasa dari tas branded seperti Kelly yang bermakna kritik gender mengenai anggapan bahwa tempat perempuan hanyalah dirumah, namun kini ternyata karya tersebut digunakan sebagai simbol seluruh umat manusia yang dipaksa akibat pandemi Covid-19 untuk tetap di rumah saja.
• Contestants merupakan lukisan yang menggambarkan tiga perempuan elite yang masing-masing dari mereka berbusana cheongsam, kebaya dan juga sari yang mewakili negaranya, China, Indonesia serta India berlatar belakang The Wall Street Journal dengan sebuah gambar Borobudur dan catatan Index bursa efek.
• Armors for the Soul adalah karya lima buah dengan kebaya dan memakai aluminium bewarna abu-abu untuk instalasi.
• Armor for Change merupakan karya patung kebaya dengan tinggi 2.5 meter dan memakai satu aksesori, yakni bros kupu-kupu berukuran raksasa sebagai tanda perubahan baik di dalam kehidupan negara ataupun kehidupan dirinya.
• Prettified Cage adalah karya patung yang terlihat manis tetapi terbuat dari steel keras dan dingin
• Abandoning Virility' adalah sebuah patung besar kedua bertemakan kebaya yang diciptakan dengan sifat sangat personal, merenungi hidup dan mati, serta kekeliruan atau kesalahan 'make believe'.
• Selain karya temporer, Astri juga membuat buku yang bertajuk Art of Diplomacy. Karya ini merupakan sebuah testimonial terkait makna Diplomasi adalah Seni dan Seni merupakan Diplomasi.
Meski sudah tiada, Sri Astari telah meninggalkan jejak kehidupan yang sangat bermakna dalam dunia kesenian, perjuangan hak-hak perempuan, hingga diplomasi bagi bangsa Indonesia. (*)
Sumber: Suara.com