Komnas HAM: Serangan Digital hingga Polri Tidak Jalankan Komitmen, Keluarga Brigadir J Marah

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkap adanya serangan digital yang dialami keluarga Brigadir J, usai almarhum ditembak atas perintah atasannya, mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo, ungkap Anam kepada wartawan di kantornya Jakarta, Kamis (1/9/2022).

Ridwan Mubarok
Jum'at, 02 September 2022 | 10:12 WIB
Komnas HAM: Serangan Digital hingga Polri Tidak Jalankan Komitmen, Keluarga Brigadir J Marah
Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam. ((Suara.com/Yaumal))

Keluarga Brigadir J Alami Serangan Digital, Keluarga Ferdy Sambo Alami Doxing dan Persekusi

SuaraBandungBarat.id - Kasus pembunuhan berencana yang menewasakan Brigadir J terus melahirkan kisah dan cerita-cerita baru. Kini giliran Komnas HAM yang mengungkapkan kisah lanjutan dari peristiwa memilukan tersebut.

Ada cerita baru kini, dimana Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkap adanya serangan digital yang dialami  keluarga Brigadir J, usai almarhum ditembak atas perintah atasannya, mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo.

Choirul Anam yang juga Komisioner Komnas HAM, menyebut, hal itu  berdasarkan temuan faktual yang diperoleh lembaganya di lapangan.

Baca Juga:Kesuksesan Farel Prayoga Menginspirasi Adik-adik Kelasnya di SDN 2 Kepundungan Banyuwangi

"Keluarga Brigadir J mengalami Serangan Digital beberapa hari setelah kematian Brigadir J," kata Anam kepada wartawan di kantornya di Jakarta, Kamis (1/9/2022).

serangan itu berupa upaya  hijacking akun media sosial, tambah Anam, seperti Whatsapp, Facebook, Email, dan Yahoo keluarga Brigadir J.

Tak hanya itu, Komnas HAM juga menemukan hal yang sama menimpa keluarga  Ferdy Sambo dan para ajudannya.

"Yang sebagian besar adalah doxing dan persekusi online," jelas Anam.

Selain serangan itu, Komnas HAM juga menemukan sejumlah temuan faktual lainnya, yaitu adanya upaya menghalangi keluarga melihat jenazah Brigadir J, saat tiba di kediamannya di Jambi.

Baca Juga:Akan Fokus Tur Konser Dunia, Sunghoon ENHYPEN Berhenti Jadi MC Music Bank


"Pihak Kepolisian sempat membatasi akses keluarga untuk melihat kondisi jenazah namun pada akhirnya keluarga diijinkan untuk melihat kondisi jenazah dengan penjagaan ketat dari  anggota Kepolisian," jelas Anam.

Kemudian ditemukan juga pihak kepolisian yang tidak menjalankan komitmennya dalam proses pemakaman Brigadir J usai meninggal ditembak, sehingga membuat keluarga marah.

"Kepolisian tidak menjalankan komitmen kepada pihak keluarga untuk melakukan proses pemakaman secara kedinasan, hal ini membuat keluarga marah dan kecewa," kata Anam.

Adapun Kesimpulan dan Rekomendasi Komnas HAM

Sebagaiman diketahui, Komnas HAM telah merampungkan  penyelidikan pembunuhan Brigadir J. Disimpulkan pembunuhannya masuk dalam kategori  extrajudicial killing atau pembunuhan di luar hukum.

Adapun rangkuman kesimpulan kasus pembunuhan berencana Brigadir J sebagai berikut,

1. Telah terjadi peristiwa kematian Brigadir J pada 8 Juli 2022 di rumah dinas eks Kadiv Propam di Duren Tiga Nomor 46 Jakarta Selatan.


2. Peristiwa pembunuhan Brigadir J dikategorikan sebagai tindakan Extra Judicial Killing. 

3. Berdasarkan hasil autopsi pertama dan kedua ditemukan fakta tidak adanya penyiksaan terhadap Brigadir J, melainkan luka tembak. 

4. Terdapat dugaan kuat terjadinya peristiwa Kekerasan Seksual yang dilakukan oleh Brigadir J kepada Sdri. PC di Magelang tanggal 7 Juli 2022. 

5. Terjadinya Obstruction of Justice dalam penanganan dan pengungkapan peristiwa  kematian Brigadir J.

Adapun rekomendasi Komnas HAM adalah sebagai berikut, 

1. Meminta kepada Penyidik untuk menindaklanjuti temuan fakta peristiwa oleh Komnas HAM RI dalam proses penegakan hukum dan memastikan proses tersebut berjalan imparsial, bebas intervensi, transparan serta akuntabel berbasis scientific investigation.

2. Menindaklanjuti pemeriksaan dugaan kekerasan seksual terhadap Sdri. PC di Magelang dengan  memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan kondisi kerentanan-kerentanan khusus.


3. Memastikan penegakan hukumnya tidak hanya sebatas pelanggaran disiplin atau kode etik, tapi juga dugaan tindak pidana dan tidak hanya terhadap terduga pelakunya saja tapi juga semua pihak yang terlibat baik dalam kapasitas membantu maupun turut serta.

4. Meminta kepada Inspektorat Khusus untuk memeriksa dugaan pelanggaran etik setiap anggota kepolisian yang terlibat dan menjatuhkan sanksi kepada anggota kepolisian yang terbukti melakukan Obstruction Of Justice dalam penanganan dan pengungkapan peristiwa kematian Brigadir J sesuai dengan Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

• Sanksi Pidana dan Pemecatan kepada semua anggota kepolisian yang terbukti bertanggung jawab, memerintahkan berdasarkan kewenangannya membuat skenario, mengonsolidasikan personil kepolisian dan merusak serta menghilangkan barang bukti terkait peristiwa kematian Brigadir J. 

• Sanksi Etik Berat/Kelembagaan kepada semua anggota kepolisian yang terbukti berkontribusi dan mengetahui terjadinya obstruction of justice terkait peristiwa kematian Brigadir J.

• Sanksi Etik Ringan/Kepribadian kepada semua anggota kepolisian yang menjalankan perintah atasan tanpa mengetahui adanya substansi peristiwa dan/atau obstruction of justice.

5. Menguatkan kelembagaan UPPA menjadi direktorat agar dapat menjadi lebih independen dan profesional dalam penanganan pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual.

6. Mengadopsi praktik baik dalam penanganan pelaporan kasus dugaan kekerasan seksual terhadap Sdri. PC pada kasus lain perempuan berhadapan dengan hukum.


7. Meminta kepada Kapolri sebagai pemegang kekuasaan tertinggi Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme penanganan perkara hukum yang melibatkan pejabat utama kepolisian serta membangun standar pelibatan Lembaga pengawas eksternal kepolisian. 

8. Melakukan upaya pembinaan terhadap seluruh anggota kepolisian negara Republik Indonesia agar dalam menjalankan kewenangannya untuk tetap patuh pada ketentuan Perundang-undangan yang berlaku serta memegang teguh prinsip-prinsip profesionalitas, transparansi, akuntabilitas, serta memenuhi azas keadilan dan sesuai dengan standar hak asasi manusia sebagai upaya penjaminan peristiwa yang sama tidak berulang kembali.

Sumber: Suara.com

REKOMENDASI

BERITA TERKAIT

Berita

Terkini

Tampilkan lebih banyak